SERGAPNEWS.ID, PANGKALPINANGalpinang – Kendati beberapa hari yang lalu Primer Koperasi Angkatan Laut (Primkopal) Lanal Bangka mengakui telah menerima dan mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) pekerjaan normalisasi Alur Muara Air Katung, Sungailiat Kabupaten Bangka, seperti yang dilansir media online di Bangka Belitung (Babel), Jum’at (17/12/2021).
Dalam keterangannya Pasi Intel, Mayor Undang mewakili Danlanal Babel, Kolonel Laut (P) Fajar Hernawan mengatakan Primkopal telah menyelesaikan segala urusan administrasi baik di tingkat daerah maupun pusat.
“Dengan selesainya urusan tersebut, kami mewakili Dalanal Babel sekaligus mewakili Kepala Primkopal meminta dukungan dan kerjasama kepada instansi terkait agar semua kegiatan di muara sungai ini dapat berjalan dengan lancar, aman dan terkoordinasikan,”ujar Undang seperti dikutip media online Babel, dalam acara syukuran Primkopal Lanal Bangka menandai telah menerima izin IUP tambang, Jumat lalu (17/12/2021).
Adapun izin yang dimaksud dan disampaikan oleh Mayor Unang adalah IUP nomor 768/1/IUP/PMDN/2021 tertanggal tanggal 10 Desember 2021.
Namun, persoalan izin IUP nomor 768/1/IUP/PMDN/2021 tertanggal tanggal 10 Desember 2021 yang diterima oleh Primkopal Lanal Bangka, menurut pihak PT Pulomas Sentosa melalui Kuasa Hukum, DR. M Adystia Sunggara, SH, MH, M.Kn, justru merasakan prihatin dan menyayangkan IUP tersebut disampaikan kepada publik tanpa mempelajari dan memahami izin apa saja tercantum dalam IUP, dokumen perizinan yang telah dimiliki pihak Primkopal Lanal Bangka.
Berdasarkan surat Primkopal pihaknya baru mengetahui jika Primkopal diberikan izin usaha pertambangan untuk penjualan komoditas batuan.
” Seyogyanya kami meminta agar pihak yang akan melakukan kegiatan usaha memahami terlebih dulu atas izin yang dimilikinya, untuk apa kewenangan dan untuk apa izin tersebut, agar tidak terjebak dalam pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya,”ujar Adistya saat dihubungi oleh jejaring media KBO Babel, Senin (20/12/2021).
Dijelaskannya, perizinan IUP yang dimiliki Primkopal Lanal Bangka untuk penjualan bukan izin menambang atau mengeruk atau normalisasi. Dan sebagai warga negara yang baik harus taat hukum menghargai proses hukum dan bertindak berdasarkan hukum.
“Kami sudah sampaikan surat ke Panglima TNI dan kementerian yang mengeluarkan izin terkait agar diberikan penjelasan atas apa yang terjadi dan memastikan agar peruntukan izin tidak disalah gunakan karena kegagal paham penerima izin,”kata Adystia.
Bahkan diungkapkannya, atas izin penjulan komoditas batuan dari kementerian yang dimiliki Primkopal sedang diajukan proses keberatan hukum, lantaran izin yang diberikan telah bertentangan dengan peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021, sebagaimana disyaratkan dan ditentukan pada pasal 135 ayat (2) untuk mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Untuk Penjualan, pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan yang meliputi: a. Surat permohonan; b. Nomor Induk Berusaha; c. Susunan pengurus, daftar pemegang saham atau modal, dan daftar pemilik manfaat dari Badan Usaha, Koperasi, atau perusahaan perseorangan; dan d. Sumber pasokan Mineral atau Batubara yang dibuktikan dengan salinan nota kesepahaman atau perjanjian kerja sama Pengangkutan dan Penjualan Mineral atau Batubara yang masih berlaku dengan pemegang: 1. IUP; 2. IUPK; 3. IUPK Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian; 4. IPR; 5. SIPB; 6 KK; 7. PKP2B; dan/atau 8. Izin Pengangkutan dan Penjualan lain.
“Primer Koperasi Angkatan Laut Lanal Bangka tidak memiliki Perjanjian sumber pasokan yang dibuktikan dengan Nota Kesepahaman / Perjanjian Kerjasama dari pemegang IUP, IUPK, SIPB, IPR, KK, PKP2B, IUPK Kelanjutan Operasi Kontrak, Izin Pengankutan Penjualan lainya dilokasi alur muara sungai jelitik sungailiat. (Vide Pasal 135 ayat (2) huruf d PP No. 96 Tahun 2021),”kata Kuasa Hukum PT Pulomas Sentosa ini.
Lantas perjanjian H Erzaldi Rosman Djohan selaku gubernur Babel dengan Primkopal Lanal Bangka yang sudah ditandatangani itu, apakah Gubernur Babel selaku pemegang IUP ?
“Gubernur bukan pemegang IUP, SIPB atau orang yang berhak nambang. Ini pelanggaran hukum. Apa gubernur pemegang surat izin pertambangan batuan? Coba cek ada tidak,”jawab Praktisi dan Akademisi STIH Pertiba ini.
Dijelaskan Adistya, satu hal juga yang secara hukum harus dipahami terkait kewenang jika gubernur melakukan kesepakatan dan kerjasama terkait pengerukan alur di muara sungai jelitik. Alur muara suangi jelitik itu adalah pelabuhan pengumpan lokal berdasakan norma dan ketentuan yg ada bukan pelabuhan pengumpan regional maka ada dua kewenangan pejabat TUN yang berbeda.
Peraturan Mentri Perhub 125/tahun 2018 jo. PM 53 tahun 2021. Pasal 11 menegaskan kewenang gubernur dapat memberikan persetujuan pengerukan dengan format yang ada dalam lampiran peraturan menteri dimaksud untuk wilayah pelabuhan pengumpan regional untuk digaris bawahi.
“Nah kewenangan siapa diwilayah pelabuhan pengumpan lokal dalam lokasi alur muara sungai jelitik, berdasarkan norma mutlak adalah kewenangan Bupati. Jadi disini gubernur telah mengambil kewenangan bupati dan ini pelanggaran atas norma, atas tindakan gubernur ini kami juga sudah ajukan resmi keberatan administratif terkait langkah proses hukum yang akan kami sampaikan atas gugatan Perbuatan melawan hukum (PMH) Oleh pemerintah/ONRECHTMATIGE OVERHEIDSDAAD (OOD) yang menjadi perluasan kewenangan peradilan TUN.”jelasnya.
Lanjutnya, kemudian atas perbitan izin penjualan sebagaimana keputusan menteri tindakan ini kami sudah laporkan kepada kementerian dan lembaga yang berwenang. Primkopal tidak memiliki izin untuk penambangan atau izin normalisasi atau izin kerja keruk (SIKK). Jika tetap melakukan penambangan atau kegiatan pengerukan kami akan laporkan, karena kita negara hukum dan penyelenggara hukum harus lebih taat hukum, tidak boleh sewenang-wenang atau melanggar UU,” terangnya.
Bahkan Adystia mengatakan, sebagaimana surat lainnya dengan no 74/ass-um/XII/2021 hari ini, Jumat 17 Desember 2021 sudah disampaikan ke menteri dan lembaga yang berwenang.
Dia berharap gubernur juga dapat memberikan penjelasan hukum yang baik dan benar, sehingga tidak menimbulkan gejolak yang akan berdampak tidak baik akibatnya, nanti akan banyak pihak yang akan didudukkan untuk bertanggung jawab.
“Seharusnya Gubernur memberitahu secara detail dan terperinci dokumen perizinan apa saja yang harus diurus kepada pelaku usaha yang ditunjukkannya dalam pekerjaan pengerukan muara alur Air Kantung itu, dan menjelaskan terkait kewenangan dipelabuhan pengumpan lokal, sehingga tidak terkesan PT Pulomas, Primkopal Lanal Bangka dan masyarakat sedang diadudomba atau menimbulkan gejolak konflik persoalan hukum karena dugaan adanya kepentingan pelaku usaha lainnya yang memanfaatkan situasi yang terjadi,”kata Adistya.
Yang akhirnya pihak PT Pulomas Sentosa pastikan akan mendudukkan dan menarik pihak yang terlibat untuk dilayangkan gugatan, jika dilakukan perbuatan melawan hukum.
“Proses hukum tindakan gubernur masih berlangsung belum ada keputusan hukum berkekuatan hukum tetap sampai tingkat akhir yaitu putusan mahkamah agung RI,”tegas Adystia.
“Kami menghimbau sebagaimana surat kami ke Primkopal untuk dapat dipahami, dan tidak melakukan perbuatan PMH, koordinasi dong ke Mentri ESDM atau dinas ESDM Provinsi Babel atas izin tersebut untuk apa secara legitimasinya? Biar mendapat pemahaman dan pengetahuan hukum, Kalo tiba-tiba memaksakan untuk menambang atau mengeruk alur ya jelas perbuatan ilegal dan melawan hukum. Tentu Kami akan laporkan dan gugat tindakan itu,”tandasnya.
Adytia juga menerangkan, “PT Pulomas Sentosa pemegang surat izin kerja keruk normalisasi dan pendalaman alur di muara Jelitik, izin belum berakhir sesuai kewenangan bupati, dan saya tegaskan izin ini belum dicabut dan dibatalkan. Sebagai perangkat atau penyelenggara hukum harus taat patuh atas hukum itu sendiri. Jangan memicu atau membuat suatu tindakan yang salah berdasarkan hukum.”tandas Adystia.
Menurutnya, Tindakan Gubernur Babel mengadakan Perjanjian Pendalaman alur muara Sungai Jelitik dalam wilayah kerja PT Pulomas Sentosa, maka telah mengindikasikan membenturkan PT. Pulomas Sentosa dengan Primkopal Lanal Babel yang berada di bawah TNI AL, sehingga PT. Pulomas Sentosa dalam keadaan yang tidak seimbang selaku Badan Hukum yang melakukan kegiatan usaha tanpa ada kekuatan militer.
“Saya berharap semua pihak menghormati dan menghargai proses hukum, tindakan-tindakan yang merugikan PT Pulomas dan bertentangan dengan hukum serta tidak taat sebagai pejabat tun memenuhi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014, kami laporkan juga secara resmi. Kami sangat hormati dan hargai atas apa yang dilakukan Primkopal sebagai badan ekstra struktural di Lanal Babel merupakan bagian dari TNI AL, namun kami harap tidak salah atau keliru menggunakan perizinan serta dapat berkordinasi kepada Mentri ESDM terlebih dahulu, sehingga kita semua tidak salah melangkah,”Harap Adystia.
Kendati demikian Kuasa Hukum PT Pulomas Sentosa menyampaikan persoalan ini sebenarnya menjadi permasalahan hukum, menurut Adistya lantaran ada prosedur administrasi negara yang tidak ditaati dan dipatuhi sebagai Gubernur Babel atas pencabutan izin kliennya, dan seharusnya tindakan atau kebijakannya memberi contoh yang baik dan benar kepada publik/masyarakat.
Jangan sampai terkesan atau terindikasi Gubernur Babel memilki kepentingan pelaku usaha lainnya yang ingin ikut serta mengelola dan menguasai mineral lainnya selain pasir laut kawasan di muara Air Kantung.
“Rekan-rekan wartawan kan mungkin lebih peka dan tahu ada atau tidak pelaku usaha dibelakang yang mungkin bisa saja memanfaatkan situasi dan kondisi ini.” Pungkasnya.
Saat berita dipublish redaksi jejaring media ini masih mengupayakan konfirmasi ke pihak Primkopal Lanal Bangka dan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, terkait tanggapan dari Kuasa Hukum Adystia Sunggara atas perizinan yang dikantongi Primkopal Lanal Bangka. (Red03)