Sergap News.id – Bangka Tengah, Ruang Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Bangka Tengah menjadi ramai dan riuh dengan perdebatan antara para pihak yang menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk kedua kalinya, membahas tentang keberadaan aset ex PT. Koba Tin yang berada di lokasi Smelter, Tin Shed dan Workshop PT. Koba Tin.
Kondisi RDP menjadi memanas dikarenakan Sekda Bangka Tengah, selaku pihak yang memberi sewa lahan kepada pihak ketiga yaitu PT. Mutiara Prima Sejahtera (MPS), yang kemudian membongkar bangunan Smelter dan Tin Shed serta mengangkut Tin Slag yang berada di lokasi tersebut kemudian menjualnya ke pihak lain, tidak bisa menunjukkan dokumen dokumen yang sudah jauh jauh hari diminta oleh Aliansi Lingkar Tambang masyarakat Koba dan pihak DPRD Kabupaten Bangka Tengah. Ketidak siapan SEKDA Bangka Tengah Drs. Sugianto kini memicu amarah masyarakat Bangka Tengah (Koba ) terutama Aliansi Masyarakat Lingkar Tambang (15/05/2024).
Keberanian Sekda yang memberikan kewenangan kepada MPS untuk membongkar dan menjual aset yang berada di atas lahan ex PT. Koba Tin dan sejak tahun 2019 sudah secara resmi menjadi milik Pemkab Bangka Tengah. Seolah olah paham dan mengerti, Sekda Bangka Tengah tidak memikirkan resiko dan dampak hukum memberikan tanda tangan penyerahan aset ex Kobatin kepada pihak PT MPS dimana Direktur nya adalah Taskin saudara kandung Tamron (Aon) yang saat ini mendekam dalam sel tahanan Kejagung. Pada RDP tahap kedua di DPRD Bangka Tengah, pada Senin lalu 13/05/2024 Sekda dicecar habis habisan oleh beberapa Anggota Dewan DPRD Bangka Tengah dan perwakilan juru bicara dari Aliansi Masyarakat Lingkar Tambang Koba. Substansi yang dipermasalahkan dalam pertemuan tersebut, adalah :
1. Atas dasar apa kewenangan Sekda yang mewakili Pemkab Bateng menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan PT. MPS, yang didalamnya ada aset yang sangat berharga, bila ditotal secara keseluruhan dari awal keberadaan aset bisa mencapai angka ratusan miliar rupiah
2. Atas dasar dokumen apa yang sah secara hukum dan disetujui Kementerian ESDM, bahwa aset tersebut dinyatakan sebagai pemiliknya adalah PT MPS
3. Bila memang aset tersebut sejak PT. Koba Tin belum dipailitkan tahun 2020, adalah milik MPS yang sah secara hukum dan disetujui pihak Kementerian ESDM, mengapa aset tersebut tidak dikelola sebelum tahun 2020 tersebut…?
Penjelasan Sekda dalam menjawab pertanyaan tersebut, belum memuaskan dan masih diperdebatkan. Dan dihadapan Forkopimda Bateng, bahkan Sekda lebih banyak bungkam dan terdiam saat dipertanyakan beberapa anggota dewan DPRD Bateng, apa dasar hak dan kewenangan Sekda memberikan tanda tangan kepada pihak PT MPS atas penguasaan aset dan lahan tersebut. Seharusnya Bupati cq. Sekda berkoordinasi dengan DPRD dan melaporkan hal penyerahan aset ini. Bahkan DPRD pun pada saat LKPJ Bupati, sudah merekomendasikan untuk membentuk Pansus dalam upaya mendalami masalah ini, karena ini menyangkut aset negara yang dikuasakan ke Pemkab Bangka Tengah. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa aset barang dan lahan Ex PT Koba Tin tersebut itu telah diserahkan Kementerian ESDM, dan serah terima kepada Pemkab Bangka Tengah dilakukan pada tahun 2019 sebelum PT Koba Tin dinyatakan pailit, sedangkan PKS antara PT. Koba Tin dengan PT MPS baru dilakukan tahun 2022, ini pun menimbulkan tanda tanya publik, artinya kenapa baru dilakukan sekarang, sementara PT. Koba Tin sudah tutup operasionalnya sejak September 2013 dan pailit 2019, koq aset nya tiba tiba menjadi milik PT MPS di tahun 2022 yang lalu. Apa salah kalau ini menjadi pertanyaan banyak pihak ??
Seharusnya pihak Pemkab Bateng mempertanyakan secara detail dan cermat di bawah koordinasi Bupati atas aset barang dan lahan Ex PT Koba Tin yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah ini dan tidak membiarkan Sekda yang mengambil kewenangan dalam PKS dengan pihak PT MPS ini, karena bila ditemukan ada unsur kelalaian hukum dan mengabaikan azas kehati hatian, maka bisa saja diduga ada pelanggaran hukum atas PKS ini, dan bila dugaan itu benar, maka PT MPS bisa diduga tidak memiliki dasar hukum untuk membongkar bangunan ex Smelter dan mengambil besi dan mengambil barang barang berharga didalamnya.
Dalam Kontrak Karya PT. Koba Tin yang yang diatur dan ditetapkan sesuai dengan UU Minerba dan diturunkan dengan PP yang seterusnya diatur dalam Permen ESDM, maka di dalam aturan Kontrak Karya tersebut harus merujuk ke regulasi tersebut di atas, termasuk kaitannya dengan aset barang dan lahan yang ditinggalkan KOBATIN. Ketika Kobatin dinyatakan tidak diperpanjang maka dalam Kontrak Karya sangat jelas diatur dan ditetapkan bagaimana perlakuan atas aset aset Kobatin tersebut, jika tidak benar benar dikelola oleh PT Kobatin maka diambil milik Negara , artinya semua aset dalam PT Kobatin baik berupa Tinslag, smelter, workshop, mineral konduktor, Eliminate seharusnya menjadi milik Pemkab Bangka Tengah, dan akan jadi pertanyaan atas dasar apa menjadi milik PT MPS mengelola aset tersebut untuk diperjual belikan.
Dalam RDP di Ruang Paripurna DPRD tersebut, Aliansi Lingkar Tambang sempat memberikan pertanyaan beberapa poin kepada Sekda Bateng, yang menjadi pertanyaan masyarakat juga dalam diskusi di warung kopi, yaitu
1. Status dan kepemilikan Tinslag yg ada di ex Kompleks Koba Tin saat ini…milik siapa?
2. Berapa realisasi dana CSR Koba Tin dalam Program Pasca Tambang Koba Tin dan utk apa penggunaannya serta berapa dana Pasca Tambang yg masih tersisa utk CSR.
3. Berapa luas Reklamasi yg sudah dilaksanakan dalam Program Pasca Tambang dan Berapa sisa Reklamasi yg masih menjadi kewajiban Pada Program Pasca Tambang Koba Tin…
4. Berapa sisa dana jaminan paska tambang PT. Koba Tin yang masih tersisa, dan bagaimana audit tanggung jawab penggunaannya selama ini
Menurut pernyataan Aliansi Lingkar Tambang aset yang ditinggalkan oleh ex PT Koba Tin dalam dokumen Pasca Tambang seperti
Mineral Non Konduktor jumlah 6.912 ton
Eliminate jumlah 1.547 ton Tin Slag katagori 2 jumlah 33.082 ton.
Aliansi Masyarakat Lingkar Tambang mempertanyakan, kemana keberadaan barang tersebut semenjak Sekda menandatangani PKS penyerahan pengolahan aset kepada PT MPS tersebut. Sangat wajar bila masyarakat mempertanyakan masalah ini, artinya bisa saja diduga adanya permainan para pihak dalam mengelola aset ex Koba Tin kepada pihak PT MPS dengan mengabaikan dan melanggar aturan pemerintah yang seharusnya diterapkan.
Tindakan yang dilakukan Sekda Bangka Tengah dengan memberikan tanda tangan kepada pihak PT MPS , ini mesti diaudit dan diklarifikasi oleh pihak yang berwenang, karena dapat diduga tidak dilakukan dengan azas kepatutan dan kehati-hatian yang semestinya, dan dapat membuat kerugian Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah , dan sekarang aset aset Kobatin tersebut sebagian sudah lenyap , seharusnya aset tersebut merupakan bagian kepunyaan Pemkab dan masyarakat warga Bangka Tengah, yang seharusnya dapat digunakan untuk mensejahterakan masyarakat dan digunakan sebagai modal membangun ekonomi masyarakat di lapisan terbawah.
Seharusnya dengan tutupnya PT. Koba Tin tahun 2013 dan kemudian dinyatakan pailit oleh Kementerian ESDM, maka peluang bekerja warga Bateng dan sekitarnya menjadi tertutup pula, sehingga dan seharusnya aset milik Ex Koba Tin ini lah yang menjadi modal Pemkab Bateng memberdayakan masyarakat Bateng dalam ekonomi dan banyak hal lainnya, karena nilainya ratusan miliar rupiah, ditambah lagi dengan dana pasca tambang yang masih tersisa, maka ini menjafi modal Pemkab Bateng membangun ekonomi dilingkar tambang ex Koba Tin, bukan terus memberi peluang dan cenderungnya memperkaya pengusaha pengusaha itu saja, yang justru tidak berpihak kepada masyarakat Bangka Tengah.
Sebagai kelompok masyarakat yang peduli kepada hak-hak rakyat dan mendukung pemerintahan yang bersih, dan berpihak kepada kemaslahatan orang banyak, kita semua berharap agar ada penegakan hukum atas permasalahan ini, dan kami meyakini dengan para penyidik dari Kejaksaan Agung, pasti akan memperjelas kasus ini, serta paham dalam meneliti dan menelaah kasus penyerahan aset kepada PT MPS ini. Dan harapan kita bersama pihak yang terlibat bisa segera diproses sesuai dengan hukum yang berlaku, dan kita harapkan Pemkab Bangka Tengah tidak memperpanjang PKS dengan PT. MPS, yang kontrak sewanya akan berakhir 22 Juni 2024, agar tidak menimbulkan kekisruhan dan polemik hukum di masyarakat. (Red)