Kuat Dugaan Ada “Invisible hands” Yang Menyulap Perizinan dengan Fake Data
Pangkalpinang — Belum lama berselang, tepatnya di Kamis 13 April 2023 kemarin. Publik Bangka Belitung dihebohkan dengan kontroversi soal pengiriman muatan zirkon ± ribuan ton keluar pulau Bangka oleh PT PPMM dari dermaga perusahaan di kawasan Desa Airanyir Bangka menuju Kalimantan. Saat itu, infonya menggunakan Kapal Twin Power, Selasa 3 Mei 2023.
Dua hari setelahnya, secara diem-diem bae Kapal Twin Power tadi sukses melenggang melepas jangkar alias berlayar di tengah ratusan pertanyaan awak media yang seperti menemui tembok terjal. Konfirmasi media ke Distamben lewat Kepala Dinasnya, Amir Syahbana, sunyi sepi saja kiranya. Konfirmasi berikutnya ke instansi yang berwenang lainnya pun cuma terdengar bunyi jangkrik saja atau tak bersambut.
Hasil investigasi lapangan malah menyatakan sebaliknya. Sebuah info tak resmi -harus diuji ulang melalui wawancara lanjutan- mengatakan, bahwa sim salabim perizinan muatan zirkon tadi dikatakan bisa mulus melewati meja Pj Gub yang baru saja diemban oleh Pejabat baru setelah adanya penjaminan verbal oleh sosok istimewa di lingkup Pemprov Babel.
Sosok tadi -berdasarkan informasi terbatas- saat itu datang membawa sebundel dokumen tebal dan menjelaskan ini aturannya, ini penjelasan dari perubahan aturan, dan lainnya. Jika, katakanlah informasi warung kopi ternyata akurasinya tepat. Maka sangat patut diduga telah terjadi mismanajemen serta berpotensi pidana ketika nantinya ada aparat hukum tertentu yang mampu membongkar dugaan penyelewengan perizinan.
Ribuan RKAB Sedang Posisi ‘Hold’ di Kementerian ESDM, Ekspor Zircon Pakai Izin Apa dong?
Asal tahu saja, menurut CNBC Indonesia, tahun 2022 Pemerintah melalui Kementerian ESDM mencatat sebanyak ribuan izin pertambangan yang belum beroperasi lantaran RKAB perusahaan tambang tersebut belum disetujui
Begitupun halnya dengan media Kontan.co.id yang memberitakan, tahun 2022 Kementerian ESDM tolak ratusan permohonan RKAB minerba. Beberapa alasan RKAB ditolak dan dikembalikan antara lain, perusahaan belum atau tidak terdaftar di Minerba One Data Indonesia (MODI), perusahaan tidak memiliki persetujuan dokumen studi kelayakan, dan yang paling sering terjadi yaitu tidak terdapat perhitungan neraca sumber daya dan diversifikasi cadangan yang ada.
Perlu digarisbawahi, syarat pengiriman zircon keluar pulau Bangka tidaklah terlalu sulit. Namun tidak juga segampang seperti melaporkan adanya penyabotan listrik oleh oknum warga pada PLN, misalnya. Dalam catatan redaksi, ada beberapa poin penting -sayangnya pihak Kepala Dinas Amir S irit bicara- yang dapat jadi clue soal bagaimana akhirnya zircon yang tertahan di dermaga PT PPMM Airanyir akhirnya bisa keluar.
Syarat pertama adalah, telah memenuhi Batasan minimum pengolahan (kadar Zr Si04. 65, 66%). Pada poin ini, fakta lapangan berdasarkan keterangan penyidik PPNS Dinas LHK Pemprov Babel justru tidak memenuhi syarat untuk diekspor, bahkan sekedar antar pulau.
“Setelah diteliti cuma dibawah 30%, aturan dalam Perda harus mencapai 65% untuk syarat pengiriman antar pulau,” ungkap PPNS tadi.
Kendatipun ekspor keluar pulau tidak memerlukan surat izin ekspor, ada poin krusial lainnya yang menyedot keanehan dari beberapa pemerhati pertambangan. Diketahui, kegiatan pengolahan Zircon menghasilkan produk samping LTJ a.n. dalam bentuk Ilmenit. Adapun persyaratan ekspor LTJ dalam bentuk Ilmenit, salah satunya bisa dilakukan oleh pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang membangun smelter. Nah, dimana letak smelter PT PPMM? Jika pun ada, memakai RKAB yang mana? Sebab menurut kanal CNBC, ada ribuan RKAB perusahaan tambang yang masih tertahan di Kementerian ESDM di Desember 2022 yang lalu.
Koheren dengan dokumen RKAB yang jadi rujukan perusahaan tambang, tentu akan bermuara pada IUP yang CnC dan
Dasar hukum kewajiban RKAB adalah Undang – Undang No. 4 Tahun 2009 Pasal 111 yang berbunyi setiap Pemegang IUP dan IUPK wajib memberikan laporan tertulis secara berkala atas rencana kerja dan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
Berikutnya adalah, Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2021 pasal 177 yang berbunyi Pemegang IUP dan IUPK wajib Menyusun dan menyampaikan RKAB Tahunan sebagai Pedoman dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan kepada Menteri (dalam hal ini Menteri ESDM).
Sebagaimana sama-sama diketahui, ada 3.000 titik pertambangan ilegal di area kerja PT Timah di Bangka Belitung. penambangan ilegal telah merusak sumber daya dan cadangan timah di dalam wilayah operasional pertambangan.
Sementara itu, menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI), Jabin Sufianto, Ia mengatakan, dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), beberapa perusahaan tambang belum mengikuti aturan yang berlaku. Dia menyebut, tidak sesuainya RKAB bukan disebabkan oleh Competent Person Indonesia (CPI), tapi kurang adanya verifikasi dari Pelaporan Hasil Eksplorasi (PHE).
“Kan ada dua CPI yang diperlukan, PHE dan Pelaporan Estimasi Sumber Daya dan Estimasi Cadangan (PHC),” paparnya dilansir BeritaSatu melalui pesan singkat.
Oleh karena itu, menurutnya perlu adanya verifikasi ulang untuk RKAB yang sudah terlanjur keluar. Pihaknya juga mendorong diadakannya kembali rekomendasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang bakal diserahkan ke Kementerian Perdagangan untuk persetujuan ekspor.
Menurutnya, dengan hilangnya rekomendasi dari Kementerian ESDM, maka tidak ada lagi pengecekan atas penerbitan RKAB di mana RKAB ini diterbitkan oleh provinsi.
“Tidak ada pengecekan lagi atas penerbitan RKAB yang diterbitkan dari provinsi,” ujarnya.
Jabin menyebut, ada kejanggalan pada RKAB tahun lalu. Dia mencontohkan, ada penerbitan persetujuan ekspor sebesar 1.200 metrik ton pada Juli. Jika dikeluarkan Juli, mestinya persetujuan ekspor hanya separuhnya, yakni 600 metrik ton.
“Persetujuan ekspor diberikan full 1.200 metrik ton. Kan sudah hilang setengah tahun,” sesalnya.
Dia menuturkan, banyak RKAB yang dikeluarkan sebelum UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) terbit alias dalam masa transisi. Jika mengacu pada aturan di pemerintah pusat ini, maka syaratnya menurutnya akan lebih ketat.
“Akan tetapi, banyak yang sudah dapat RKAB dari provinsi,” imbuhnya.
Melihat carut-marutnya tata kelola timah RI ini, dia menduga jika pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian ESDM akan melakukan evaluasi ulang. Sementara itu, pihaknya melihat produksi PT Timah terus menurun, tapi produksi swasta meningkat drastis.
“Ini berpotensi adanya illegal mining. Tentunya AETI mengimbau para member-nya untuk sesuai dengan aturan yang ada,” pintanya.
Terpisah, Ketua AETI Bangka Belitung Ismiryadi serta Kadistamben Pemprov Babel, Amir S belum merespon maksimal konfirmasi tertulis yang dikirimkan oleh redaksi terkait permasalahan RKAB dan nasib WPR kedepan di Bangka Belitung, dan akan terus diupayakan agar berita berimbang. (red5/***).